CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

nathania frisca

Senin, 21 Februari 2011

tugas hukum kepegawaian

mengenai komparasi PP no 30 tahun 1980 dan PP no 53 tahun 2010

PP NO 30 TAHUN 1980
PP Nomor 30 Tahun 1980 mengatur adanya 26 kewajiban dan 18 larangan bagi PNS. Ketidaktaatan atau pelanggaran akan mengakibatkan seorang PNS terkena hukuman yang terdiri dari 3 tingkat, yakni ringan, sedang, dan berat. Masing-masing tingkat hukuman tersebut mempunyai jenis hukuman yang berbeda.
Tingkat ringan terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Tingkat sedang terdiri dari penundaan kenaikan gaji, penurunan gaji, dan penundaan kenaikan pangkat. Tingkat berat terdiri dari penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak dengan hormat.Dengan adanya perubahan dalam peraturan kepegawaian, maka ada beberapa isi dalam PP Nomor 30 Tahun 1980 yang sudah tidak sesuai lagi.Dalam perjalanannya muncul berbagai UU dan PP yang berakibat pada kewenangan PP Nomor 30 Tahun 1980,antara lain
·         Pertama, lahirnya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo UU Nomor 12 Tahun 2008 telah menghilangkan kewenangan Menteri Dalam Negeri dalam menjatuhkan hukuman disiplin.
·         Kedua, UU Nomor 43 Tahun 1999 sebagai perubahan dari UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian memperkenalkan istilah Pejabat Pembina Kepegawaian yang tidak dikenal dalam PP Nomor 30 Tahun 1980.
·         Ketiga, UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo UU Nomor 9 Tahun 2004 memperkenalkan istilah upaya administratif yang terdiri dari keberatan dan banding administratif. PP Nomor 30 Tahun 1980 hanya mengatur tentang keberatan.
·         Keempat, dalam beberapa Peraturan Pemerintah, PNS memperoleh sanksi jika melanggar aturan ijin perkawinan dan ijin perceraian (PP Nomor 10 Tahun 1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990), menjadi anggota dan atau pengurus partai politik (PP Nomor 37 Tahun 2004), dan mendukung calon anggota legislatif/kepala daerah serta terlibat aktif dalam kampanye pemilu. Hal-hal seperti itu tidak diatur dalam PP Nomor 30 Tahun 1980.
Selain perlu adanya perubahan dalam PP Nomor 30 Tahun 1980 karena adanya perkembangan peraturan kepegawaian juga ada beberapa kelemahan dalam hal materi.
·         Pertama, adanya ketidakjelasan (tidak kongkret) dalam rumusan kewajiban (Pasal 2) dan larangan (Pasal 3). Karena ketidakjelasan itu masing-masing Pemerintah Daerah menafsirkan beragam, bahkan dalam satu instansi pun boleh jadi ada ketidaksamaan penafsiran. Contohnya kewajiban yang tercantum dalam huruf u, yakni berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun. Rumusan ini seharusnya masuk dalam ranah etika.
Setiap daerah tentu menafsirkan berbeda masalah kesopanan. Satu pemda, misalkan menganggap bahwa PNS yang menyemir rambutnya dengan warna merah merupakan perbuatan tidak sopan sehingga harus terkena hukuman. Namun di daerah lain hal itu tidak masalah, toh pejabatnya juga suka kebiasaan ini. Jadi hal ini tergantung suka tidak sukanya pejabat setempat.
·         Kedua, tidak ada klasifikasi kewajiban dan larangan yang dikaitkan dengan pengenaan hukuman disiplinnya. Misalnya tindakan sewenang-wenang terhadap bawahannya (larangan huruf j) tidak jelas harus diberi hukuman apa. Ia bisa hanya dikenai teguran lisan, namun juga bisa terkena hukuman pemberhentian. Bahkan dua orang yang melakukan pelanggaran yang sama, pengenaan hukumannnya berbeda jauh sekali. Sehingga seolah-olah tidak ada hubungan antara pelanggaran dan hukuman. Seharusnya setiap kewajiban dan larangan harus disertai apa hukumannya.
·         Ketiga, tidak diberikannya kewenangan menghukum sama sekali kepada Bupati/Walikota, termasuk pendelegasian kewenangan terhadapnya. Pejabat yang berwenang menghukum adalah Presiden, Menteri dan Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi dan Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur, dan Kepala Perwakilan RI di luar negeri (Pasal 7).
·         Keempat, tidak ada rumusan yang tegas jika ada pejabat yang berwenang menghukum enggan menjatuhkan hukuman disiplin. Akibatnya ada kasus yang dilindungi oleh pejabat yang bersangkutan. Misalnya karena adanya hubungan kekerabatan, rasa kasihan, lobi dari pelaku, hingga ancaman pihak luar (LSM, pers, DPRD, massa).
·         Kelima, rumusan tentang pelanggaran terhadap jam kerja tidak terlalu jelas. Jam kerja hanya diatur dalam kewajiban di Pasal 2 huruf k, namun tidak diberi kejelasan atau pembatasan dalam pasal-pasal berikutnya mulai berapa hari seorang PNS yang melanggar ketentuan jam kerja baru bisa dikenai hukuman. Atau hukuman apa yang harus dikenakan seorang PNS yang melanggar ketentuan ini. Semakin banyak jumlah hari yang dilanggar mestinya semakin berat hukumannya.
·         Keenam, rumusan tentang kewenangan Badan Pertimbangan Kepegawaian (Pasal 23) sudah tidak relevan dengan PP Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS.



PP NO 53 TAHUN 2010
·         Pertama, dalam hal jenis hukuman pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. Seolah-olah PNS yang terkena hukuman ini dihukum 2 kali. Pertama ia diturunkan jabatannya, kemudian ia dipindahkan. Kenapa tidak dijadikan 1 saja, yakni diturunkan jabatannya.
·         Kedua, ketentuan dalam hal pelanggaran yang berdampak negatif terhadap unit kerja, instansi, dan pemerintah/negara. Hal ini masih multitafsir. Pertama, apa ukuran dampak negatif itu. Kedua, tidak dijelaskan pengertian antara unit kerja dan instansi. Di lingkup pemerintah kabupaten misalnya, ada sekolah, UPT, puskesmas, kantor, bagian, sekretariat, bidang, seksi, dinas. Mana yang termasuk unit kerja, mana yang termasuk instansi.
·         Ketiga, terjadi irisan kewenangan di antara pejabat yang berwenang menghukum. Hal ini bisa menjadi sengketa di kemudian hari. Saya beri satu contoh. Bupati berwenang menjatuhkan hukuman penundaan kenaikan pangkat terhadap pejabat eselon III ke bawah (berarti termasuk eselon IV). Sedangkan pejabat eselon II juga mempunyai kewenangan yang sama dalam menjatuhkan hukuman penundaan kenaikan pangkat terhadap pejabat eselon IV di lingkungannya. Kenapa tidak dipilih salah satu saja pejabat yang berwenangnya.
·         Keempat, atasan langsung berwenang menghukum. Kewenangan ini tidak karena mendapat delegasi atau pelimpahan, namun melekat pada jabatan. Pada eselon tertentu hukuman bisa sampai tingkat sedang. Ketidakpahaman dari para pejabat bisa menyebabkan bervariasinya jenis hukuman pada satu perbuatan yang dilakukan beberapa PNS yang berbeda tempat kerja.
·         Kelima, atasan langsung harus memeriksa bawahan yang terindikasi melakukan pelanggaran. Pemeriksaan tersebut dituangkan dalam bentuk berita acara. Mayoritas pejabat eselon tidak dibekali dengan ilmu pemeriksaan, pembuatan BAP, teknik interogasi, dan sebagainya. Belum lagi konsentrasi dari pejabat eselon dalam menjalankan tupoksinya. Sebagai gambaran saja, seorang Kepala Dinas PU misalnya yang sudah tidak muda lagi, berlatar belakang pendidikan Teknik Sipil harus melakukan pemeriksaan layaknya inspektur. Bisa tambah pusing dia.
·         Keenam, adanya tim pemeriksa yang beranggotakan atasan langsung, unsur kepegawaian, dan unsur pemeriksa. Adanya tim ini mereduksi peran Inspektorat sekaligus menambah pekerjaan BKD.
·         Ketujuh, adanya kewenangan atasan langsung untuk membebaskan sementara dari jabatan kepada bawahannya selama proses pemeriksaan bertentangan dengan peraturan tentang pengangkatan dalam jabatan. Prinsipnya siapa yang mengangkat dalam jabatan maka ia yang berwenang memberhentikan.
·         Kedelapan, kewenangan pejabat untuk memberhentikan PNS tidak sinkron dengan PP Nomor 9 Tahun 2003 (atau mungkin sudah dicabut, namun PP Nomor 53 Tahun 2010 tidak mencabutnya). Misalnya Bupati berwenang memberhentikan PNS Golongan IV/a (PP 53/2010), namun dalam PP Nomor 9 Tahun 2003 yang berwenang memberhentikan PNS golongan IV/a adalah Gubernur.
·         Kesembilan, aturan tentang izin perkawinan/perceraian tidak masuk dalam materi PP. Padahal pelanggaran terhadap izin perkawinan/perceraian diancam dengan PP Nomor 30 Tahun 1980, sedangkan PP ini telah dicabut.
·         Kesepuluh, ketentuan pelaksanaan dari Kepala BKN terlalu lama dibuat, padahal PNS berdisiplin tidak perlu menunggu petunjuk dari BKN.

berbahagialah orang yang hidupnya banyak masalah :)

aneh kan judul kali ini,hheee..
ini gaada hubungannya dengan hukum positif,tetapi lebih ke hukum kasih mungkin yah..
emm,mungkin kebanyakan orang bakalan ngeluh karena hidupnya banyak masalah atau terus menerus ditimpa masalah.Kebanyakan orang akan menyalahkan Tuhan dan mengumpat,padahal yah kalo kita lihat dari sisi yang lain,seharusnya orang itu bersyukur kalo dikasih masalah,walaupun saya sendiri juga masih belajar akan hal itu..
jadi gini,masalah akan membuat seseorang semakin bijak dan semakin matang dalam menghadapi sesuatu dan dalam mengambil keputusan,tapi terkadang orang-orang itu nggak sadar akan hal itu..
tapi gpp,aku juga baru nyadar akan hal itu,hhahahahahhahaaa...
makanya aku disi mau ngajak temen temen buat selalu bersyukur buat semua masalah yang ada dalam hidup kitaa..
karena masalah akan mendewasakan kita.Hal lain yang harus dipikirkan kenapa kita dikasih masalah adalah mungkin Tuhan merasa kita belum dewasa dan masih perlu untuk diuji.Hal ini tentu baik adanya dan harus disyukuri.susah memang,tapi kita pasti bisa..
tadinya,sebelum aku berpikir kayak gni,aku selalu merasa kalo Tuhan tuh lagi jahat sama aku,makanya dia ngasih masalah yang nggak abis2,tapi setelah aku tiba tiba aja kepikiran,justru ini tuh karena ksih nya Tuhan sama aku.Percaya ato nggak,ketika Tuhan ngasih kita masalah yang bertubi-tubi,justru dia mau membentuk kita jadi pribadi yang tahan uji dan orang2 yang selalu mengandalkan Tuhan.Tuhan cuman mau tau,kalo kita dikasih masalah tuh kita bakal lari kemana,kembali lagi sama Dia ato kita bakalan cari yang lain?
kebanyakan orang tuh nggak tahan uji dan langsung berpaling ke yang lain,padahal Tuhan nggak pernah ngasih masalah yang melebihi kemampuan kita,aneh kan ?
jadi mulai sekarang,saya menyarankan untuk semua pembaca posting ini untuk mensyukuri semua masalah ini..
tetap tersenyum menghadapi masalah,karena percaya ato nggak,trouble afraid with a smile..
so,keep smiling when face the trouble :)

Jumat, 11 Februari 2011

mari patuhi peraturan lalu lintas demi keselamatan bersama

abis dapet job bikin poster tentang kesadaran hukum dalam berlalu lintas..
iseng2 langsung dibikin dan hasilnya adalah

ga begitu bagus sihh,tapi yaaa cukup alay laaahhh..
hahahhahaaaa..
katanya ini mau dipasang di balai desaaa..bangganya sayaaaaa..
wkwkwkwkwkwwkkk..
semoga poster ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat desa sana akan pentingnya tertib berlalu lintas..
dan semoga poster ini tidak dihina..
ahahahhaaaa..
:)