CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

nathania frisca

Senin, 29 Maret 2010

tugas hukum lingkungan (30 maret 2010)

tugas hukum lingkungan ini tuh sangat ambigu..
jadi alam tugas ini tuh kita diminta buat menganalisis dan mencari solusi dari kasus freeport..
ambigu betul lahh..
hhee..
dan kira kira analisis saya tuh seperti ini..

Analisis.
PT.Freeport Indonesia sebagaimana telah dikatakan diatas,telah melakukan pencemaran lingkungan.Dalam artikel diatas dikatakan bahwa menurut perhitungan Freeport sendiri, penambangan mereka dapat menghasilkan limbah/bahan buangan sebesar kira-kira 6 miliar ton (lebih dari dua kali bahan-bahan bumi yang digali untuk membuat Terusan Panama).Hal ini tentu saja sangat merugikan lingkungan sekitar papua.Selain itu Freeport juga menghancurkan kultur masyarakat papua,yaitu tentang daerah tanah keramat yang berasal dari manusia sejati.Pada tahun 1971 Freeport masuk ke Indonesia dan langsung menduduki tanah keramat tersebut.Hal ini mengakibatkan penduduk asli yaitu warga Amugme pindah keluar wilayah dan akhirnya menetap di daerah sekitar kaki pegunungan.Sudah banyak bukti-bukti yang menguatkan bahwa Freeport telah lalai dalam menjalankan kegiatannya.Dalam artikel diatas juga dituliskan beberapa peristiwa dari kemarahan masyarakat karena kurang sigapnya pemerintah dalam menyelesaikan kasus Freeport ini.Dalam UU no 23 tahun 1997 pasal 35 dijelaskan tentang tanggung jawab mutlak dari para penanggung jawab usaha.Dalam pasal 35 ayat 1 telah dijelaskan bahwa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usahanya dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun,dan/atau menghasilkanlimbah bahan berbahaya dan beracun,bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan,dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.Banyak bukti yang membuktikan bahwa Freeport telah melakkan pencemaran lingkungan,salah satunya adalah pada tanggal 23 Maret 2006, Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemari air laut dan biota laut.Dengan dipublikasikannya temuan ini,maka dapat dinyatakan bahwa Freeport telah melakukan pencemaran.Selain itu pada tanggal yang sama 23 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT Freeport Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja. 3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera.Freeport bukan hanya mencemari lingkungan sekitar,namun Freeport juga telah merusak ekosistem yang ada di daerah sekitar pertambangan.Hal ini tentu saja bukan hanya merugikan masyarakat yang tinggal di sekitar pertambangan,tetapi juga masyarakat papua lain,baik yang berada di pulau irian maupun masyarakat papua yang tinggal diluar wilayah pulau irian.Oleh karena itu berdasarkan UU no 23 tahun 1997 pasal 35,PT FREEPORT INDONESIA dapat dituntut untuk memulihkan keadaan lingkungan sekitar pertambangan.Selain itu Freeport juga dapat dituntut ganti rugi atas segala kerusakan dan kerugian yang terjadi akibat kegiatan penambangan mereka.Menurut pasal 43,Freeport juga dapat diancam pidana penjara 6 tahun dan denda sebanyak Rp.300.000.000;.Selain itu disamping semua tuntutan ganti rugi,pidana penjara dan denda,PT FREEPORT INDONESIA juga dapat diancam untuk dicabut ijin produksinya.

ambigu yah?
namanya juga calon SH,jadi kalo ada salah2 dikit cincai lah yaa..
hhee..
semoga berguna..
:)

Rabu, 03 Maret 2010

kasus-kasus ambigu!

KASUS KORUPSI!

SOEHARTO

Kasus Soeharto Bekas presiden Soeharto diduga melakukan tindak korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp 1,4 triliun. Ketika diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ia tidak hadir dengan alasan sakit. Kemudian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengembalikan berkas tersebut ke kejaksaan. Kejaksaan menyatakan Soeharto dapat kembali dibawa ke pengadilan jika ia sudah sembuh?walaupun pernyataan kejaksaan ini diragukan banyak kalangan.

PERTAMINA

Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak pengeboran sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2 Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida Bagus Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, serta Direktur PT UPG Partono H Upoyo.

Kasus Proyek Kilang Minyak Export Oriented (Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan tersangka seorang pengusaha Erry Putra Oudang. Pembangunan kilang minyak ini menghabiskan biaya sebesar US $ 1.4 M. Kerugian negara disebabkan proyek ini tahun 1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-1997 sebesar 476 M, 1997-1998 sebesar 1.3 Triliun. Kasus kilang Balongan merupakan benchmark-nya praktek KKN di Pertamina. Negara dirugikan hingga US$ 700 dalam kasus mark-up atau penggelembungan nilai dalam pembangunan kilang minyak bernama Exor I tersebut.

Kasus Proyek Pipaisasi Pengangkutan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jawa (Pipianisasi Jawa), melibatkan Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, Bos Bimantara Rosano Barack, dan Siti Hardiyanti Rukmana. Kerugian negara hingga US$ 31,4 juta.

Korupsi di BAPINDO

Tahun 1993, pembobolan yang terjadi di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilakukan oleh Eddy Tanzil yang hingga saat ini tidak ketahuan dimana rimbanya, Negara dirugikan sebesar 1.3 Triliun.

HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young

Kasus HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15,025 triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang terlibat dalam kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.

Bob Hasan telah divonis enam tahun penjara. Bob dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek pemetaan hutan senilai Rp 2,4 triliun. Direktur Utama PT Mapindo Pratama itu juga diharuskan membayar ganti rugi US$ 243 juta kepada negara dan denda Rp 15 juta. Kini Bob dikerangkeng di LP Nusakambangan, Jawa Tengah.

Prajogo Pangestu diseret sebagai tersangka kasus korupsi dana reboisasi proyek hutan tanaman industri (HTI) PT Musi Hutan Persada, yang diduga merugikan negara Rp 331 miliar. Dalam pemeriksaan, Prajogo, yang dikenal dekat dengan bekas presiden Soeharto, membantah keras tuduhan korupsi. Sampai sekarang nasib kasus taipan kakap ini tak jelas kelanjutannya.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)

Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kasus BLBI pertama kali mencuat ketika Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan hasil auditnya pada Agustus 2000. Laporan itu menyebut adanya penyimpangan penyaluran dana BLBI Rp 138,4 triliun dari total dana senilai Rp 144,5 triliun. Di samping itu, disebutkan adanya penyelewengan penggunaan dana BLBI yang diterima 48 bank sebesar Rp 80,4 triliun.

Bekas Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono dianggap bertanggung jawab dalam pengucuran BLBI. Sebelumnya, mantan pejabat BI lainnya yang terlibat pengucuran BLBI?Hendrobudiyanto, Paul Sutopo, dan Heru Soepraptomo?telah dijatuhi hukuman masing-masing tiga, dua setengah, dan tiga tahun penjara, yang dianggap terlalu ringan oleh para pengamat. Ketiganya kini sedang naik banding.
Bersama tiga petinggi BI itu, pemilik-komisaris dari 48 bank yang terlibat BLBI, hanya beberapa yang telah diproses secara hukum. Antara lain: Hendrawan Haryono (Bank Aspac), David Nusa Widjaja (Bank Servitia), Hendra Rahardja (Bank Harapan Santosa), Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono (Bank Modern).

Yang jelas, hingga akhir 2002, dari 52 kasus BLBI, baru 20 dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan hanya enam kasus

Abdullah Puteh

Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang kini non aktif ini menjadi tersangka korupsi APBD dalam pembelian helikopter dan genset listrik, dengan dugaan kerugian Rp 30 miliar.

Kasusnya kini masih ditangani pihak kejaksaan dengan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pusat Data dan Analisa Tempo, Fitrio – Tempo