CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

nathania frisca

Rabu, 12 Oktober 2011

1 korintus 10:13

"percobaan-percobaan yang kamu alami ialah percobaan-percobaan biasa,yang tidak melebihi kekuatan manusia.Sebab Allah itu setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu.Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar,sehingga kamu dapat menanggungnya"
Ayat diatas berarti luar biasa bangget.Saat ini adalah saat ter hancur gw,disaat semua orang bisa seenaknya pergi ninggalin gw,gw cuman percaya satu hal bahwa Tuhan nggak akan diam,Dia akan memberikan jalan keluar atas setiap masalah masalah gw,disaat keluarga gw,orang2 yang seharusnya mendukung gw pun malah ikut2an seperti orang lain yang hanya bisa menyalahkan,gw hanya percaya satu hal bahwa penyertaan Tuhan itu nyata dalam hidup gw,Dia akan memberikan jalan keluar atas setiap masalah gw,hal ini memang tidak mudah,tapi gw yakin dan percaya bahwa gw punya Tuhan yang lebih luar biasa dari APAPUN yang mencobai gw,Dia hebat,Dia luar biasa,Dia selalu ada buat gw!
Tuhan,aku serahkan semuanya sama Tuhan,aku berencana,tapi aku tau,Tuhan yang atur semuanya jadi hal yang luar biasa,cara caraMu ya Tuhan,diluar dari akal manusia,aku yakin dan percaya.
Terima kasih Tuhan,terima kasih karena Kau telah memilih aku jadi anakMu..
I love You Lord,more than anything!!

Minggu, 21 Agustus 2011

gladi kotor osmb detak 2011 fakultas hukum unsoed


Kocak!
Cuman itu kata2 yang bisa saya ungkapkan.maklum lah ya,baru pertama kali gladi kotor,makanya aku nggak bisa ngebandingin,jadi aku menilai hanya dari sisi luarnya aja yah.kekocakan pertama adalah miss komunikasi ttg jam mulai gladi,ada yg bilang jam 9 ada yg jam 10,jam 11,malah ada yang bilang jam 3 ckckckckkk..sebenarnya dari sisi itu aja aku udah agak yang gimana gitu,ketauan bangget gimana kinerja para panitia didalamnya,ya termasuk aku juga,aku panitia osmb,dan aku akui ini sudah terlampau parah.
Sungguh sangat kocak ketika masalah yg simpel ini tiba2 menjadi besar karena ada salah satu divisi yang jadi mencak mencak (red:marah marah) karena belom tidur karena latian,terus bela2in dateng eh taunya jamnya ga jelas gini,hal ini jelas memancing emosi dari panitia yang terlalu lelah.kekocakan berikutnya adalah ternyata,pada tanggal yang telah ditentukan sebelumnya,yaitu tanggal 20 agustus 2011 ini,ada registrasi mahasiswa baru,ya masa iya kita gladi kotor ospek padahal salah satu dari maba yang lewat2 itu salah satu dari maba yang bakal kita osmb kan nanti,yang ada nanti bakalan jadi tontonan dan ga seru lagi.makanya aku cuman mau mengkritisi dikit aja,dalam suatu kepanitiaan itu masalah komunikasi emang masalah yang paling urgent,jujur aja saat ini aku sih belom pernah denger ada organisasi yang enggak bermasalah masalah komunikasi,naaahh sekarang kan tinggal bagaimana orang2 yang ada di dalamnya untuk menyiasatinya,mau berubah atau mau stuck disitu aja dan terus2an bermasalah dengan yang namanya komunikasi.aku bukannya mau bilang organisasi aku paling ideal dan paling pantas dicontoh,tapi maksud aku nulis kayak gini ya cuman sebagai aja sharing aja,supaya pada akhirnya di unsoed ini nantinya gaada lg yang namanya masalah komunikasi yang paling klasik sedunia ini.terimakasih,selamat siang,selamat beraktivitas,Tuhan memberkati :)

Kamis, 07 Juli 2011

malam ini sebenarnya biingung mau nulis apa..
ehh tiba2 iseng mau buka fbnya inanguda melda..
and,i miss her :( really miss her :( baru aja sadar kalau sudah kehilangan 2 orang yang sangat luar biasa dalam hidup aku,inanguda melda dan om cacang..
jujur aja sampe sekarang aku masih gamau percaya kalau om cacang udh gaada..
kejadiannya begitu cepat dan kayak mimpi aja,aku bahkan belom liat saat2 terakhirnya om cacang pergi :(
aku kangen sama om cacang,aku belom ketemu buat yang terakhir kalinya sama om cacang !
om cacang kenapa cepet pergi ??
kalo om cacang gaada nanti kita nggak ke puncak lagi,kita enggak ketawa2 lagi..
aku kangen om cacang :(
i miss both of you..
see you in heaven,i'm pretty sure both of you is happy now :)
miss both of you :)

Rabu, 15 Juni 2011

hukum adat 14 juni 2011

tugasnya diuruh bwt menceritakan adat istiadat kita masing masing..
karena saya orang batak maka saya mengangkat adat istiadat dari suku batak.
berikut isi tugas saya :)

TUGAS HUKUM ADAT




Disusun Oleh:
Nathania Frisca
E1A008148
Kelas A


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2011
Latar belakang
Adat Istiadat merupakan merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat, Setiap kelompok masyarakat memiliki aturan dan tata cara yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia, Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar.Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Bukit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.



Permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah sejarah adanya suku batak,penyebaran agama dalam suku batak dan hubungan kekerabatan dalam masyarakat batak??
Sejarah
Orang Batak termasuk ras Mongoloid Selatan yang berbahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum).Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatra Utara di zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera.Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal.

Penyebaran agama

Masuknya Islam
Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar yang musyrik" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan.Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur
Misionaris Kristen
Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak.Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.
Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.
Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.
Masyarakat Toba dan Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya.Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.
Gereja HKBP
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.

Kepercayaan

Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
·  Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
·  Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
·  Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Kekerabatan

Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.

Falsafah dan sistem kemasyarakatan

Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak
1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru
2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru
3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru
5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
·            Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
·            Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
·            Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Ritual kanibalisme

Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat tondi pemakan itu. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap sebagai kaya tondi.
Dalam memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari bulan April sampai September 1292, ia menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang menceritakan akan adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan manusia".Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme di antara masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, namun dia bisa menceritakan ritual tersebut.
Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian besar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439), mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis sebuah deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam bagian pulau, disebut Batech kanibal hidup berperang terus-menerus kepada tetangga mereka "
Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".
Para dokter Jerman dan ahli geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang ia sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, ia tiba di sebuah desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali agar mendapatkan pekerjaan yang dibayar baik sebagai tukang pundak bagi pedagang maupun sebagai tentara bayaran bagi suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.
Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk beberapa hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak sebagai perbuatan berdasarkan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat sempit yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.
Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh kemudian didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam makan malam publik besar ".
Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka. Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal abad ke-20, dan nampaknya kemungkinan bahwa adat tersebut telah jarang dilakukan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh Islam dalam masyarakat Batak.

Tarombo

Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak khusunya kaum laki-laki diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.
Penutup
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah

tugas ini pun tak luput dari kesalahan,jadi kalau ada salah2 ya mohon maap aja..karena ini juga bersumber dari internet..
ihhihihiiiiii :p








Minggu, 29 Mei 2011

Pacaran beda agama


“Boleh nggak sih pacaran beda agama?” suatu pertanyaan klasik yang biasa ditanyakan sama anak-anak muda masa kini,jawabannya tentu saja tergantung orang yang ditanya.Saya pribadi kalau ditanya masalah ini maka saya akan bilang kalau pacaran beda agama itu tidak boleh.Saya menjawab seperti itu bukannya tanpa dasar,tetapi saya mendasarinya dari alkitab dan beberapa referensi yang pernah saya baca.Alkitab sendiri menegaskan dalam 2 korintus 6:14a “janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya”.Dalam kutipan diatas jelas dikatakan bahwa janganlah kita merupakan pasangan yang tidak seimbang,tidak peduli baru pacaran atau bahkan sudah mau menikah,yang jelas disini dikatakan jangan.Hal tersebut juga dikatakan dalam beberapa literatur.Selain dari alkitab dan beberapa literatur,penanaman nilai dalam keluarga juga akan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam menyikapi hal ini.Beberapa keluarga kristen mengatakan bahwa tidak masalah apabila pacaran beda agama,asalkan jangan sampai kawin beda agama,atau bahkan beberapa keluarga yang lain mengatakan tidak masalah apabila harus menikah beda agama,tetapi dalam keluarga saya selalu ditekankan bahwa pacaran harus dengan yang seagama,karena agama bukanlah hal yang pantas untuk dipermainkan,lagipula melihat dari definisi pacaran yaitu proses mengenal pasangan,dalam artian pacaran memang sudah pasti mengarah ke pernikahan,jadi kalau sudah pasti mengarah ke pernikahan,untuk apalagi main-main??
Melihat dari fakta,sebenarnya bukannya dilarang untuk berpacaran beda agama,namun seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa semuanya tergantung pada pribadi masing-masing.Pacaran yang baik kan seharusnya bisa saling mendukung dalam segala aspek termasuk dalam pertumbuhan iman,kalau sudah beda agama,bagaimana dapat saling mendukung dalam pertumbuhan iman?.Memang pada faktanya banyak juga anak Tuhan yang menjalani pacaran beda agama,baik itu secara diam-diam ataupun terang-terangan,tetapi akan lebih baik kalau bisa pergi beribadah bersama kan? :)
Tulisan ini bukan bermaksud untuk menggurui tetapi untuk media saling sharing.Semoga terberkati dengan tulisan ini,GBU J
Nathania Frisca
             E1A008148

Kamis, 10 Maret 2011

Apakah konstitusi indonesia sudah demokratis ??


Konstitusi berarti aturan dasar yang tertulis maupun tidak tertulis..Konstitusi tertulis Indonesia adalah UUD 1945. Sedangkan demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang dari rakyat dan untuk rakyat .Berarti pertanyaan judul diatas dapat diganti dengan “apakah UUD 1945 sudah demokratis??”.Melihat dari das solen (yang seharusnya) maka UUD 1945 telah memenuhi unsur-unsur demokratis dimana memang telah mengcover seluruh kepentingan masyarakat Indonesia.terlihat dari beberapa pasal yang ada di dalamnya,contoh tentang hak beragama dalam pasal 28 I ayat 1,28 J ayat 1 serta pasal 29 UUD 1945.Disana dituliskan jelas bahwa “hak untuk hidup,hak untuk disiksa,hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama,hak untuk tidak diperbudak,hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum,hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.Namun dilihat dari das sein ternyata memang “tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun” tersebut belum dapat diterapkan dengan baik.Hal ini jelas terbukti dalam hak untuk bebas beragama.Dalam pasal 29 ayat 2 dengan jelas dikatakan bahwa “Negara menjamin...”  apabila negara menjamin,kenapa masih terjadi kasus2  tentang adanya perselisihan antar umat beragama dan bahkan terjadi berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas.Selain itu juga masih banyak terjadi ketimpangan antara Konstitusi yang ada dengan undang-undang lain dibawah Konstitusi,contohnya saja Perber 3 menteri tentang pembangunan rumah ibadah.Hal ini jelas menyimpang dari pasal 29 ayat 2 UUD 1945,walaupun dalam pasal 28 J dikatakn bahwa “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang...” namun tetap saja pembatasan tersebut seharusnya tidak memojokkan kaum minoritas yang ada.Tetapi  saat ini memang sudah banyak kemajuan yang sangat signifikan dalam hal konstitusi,saat ini masyarakat dalam menguji undang-undang (Judicial Review) yang dijadikan ‘pembatas’ tersebut ke Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang independen,jadi dengan adanya Judicial Review tersebut diharapkan masyarakat dapat lebih kritis lagi dalam menilai undang-undang pembatas hak dan kebebasannya tersebut.Hal ini menjadi lebih adil karena para Konstituante atau badan pembuat undang-undang tidak semena-mena menetapkan undang-undang yang menguntungkan mereka,saat ini masyarakat dapat bersuara secara langsung.Hal ini jelas merupakan salah satu ciri dari kontitusi yang demokratis.Jadi apabila dapat saya simpulkan,apakah Konstitusi Indonesia sudah demokratis? Maka jawabannya adalah IYA,hanya saja masih banyak yang harus diperbaiki agar das solen nya dapat sesuai dengan das sein nya,dan bukan hanya angan-angan belaka dalam membentuk suatu negara yang berkonstitusi demokratis J
Nathania Frisca
E1A008148

Senin, 21 Februari 2011

tugas hukum kepegawaian

mengenai komparasi PP no 30 tahun 1980 dan PP no 53 tahun 2010

PP NO 30 TAHUN 1980
PP Nomor 30 Tahun 1980 mengatur adanya 26 kewajiban dan 18 larangan bagi PNS. Ketidaktaatan atau pelanggaran akan mengakibatkan seorang PNS terkena hukuman yang terdiri dari 3 tingkat, yakni ringan, sedang, dan berat. Masing-masing tingkat hukuman tersebut mempunyai jenis hukuman yang berbeda.
Tingkat ringan terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Tingkat sedang terdiri dari penundaan kenaikan gaji, penurunan gaji, dan penundaan kenaikan pangkat. Tingkat berat terdiri dari penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak dengan hormat.Dengan adanya perubahan dalam peraturan kepegawaian, maka ada beberapa isi dalam PP Nomor 30 Tahun 1980 yang sudah tidak sesuai lagi.Dalam perjalanannya muncul berbagai UU dan PP yang berakibat pada kewenangan PP Nomor 30 Tahun 1980,antara lain
·         Pertama, lahirnya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo UU Nomor 12 Tahun 2008 telah menghilangkan kewenangan Menteri Dalam Negeri dalam menjatuhkan hukuman disiplin.
·         Kedua, UU Nomor 43 Tahun 1999 sebagai perubahan dari UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian memperkenalkan istilah Pejabat Pembina Kepegawaian yang tidak dikenal dalam PP Nomor 30 Tahun 1980.
·         Ketiga, UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo UU Nomor 9 Tahun 2004 memperkenalkan istilah upaya administratif yang terdiri dari keberatan dan banding administratif. PP Nomor 30 Tahun 1980 hanya mengatur tentang keberatan.
·         Keempat, dalam beberapa Peraturan Pemerintah, PNS memperoleh sanksi jika melanggar aturan ijin perkawinan dan ijin perceraian (PP Nomor 10 Tahun 1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990), menjadi anggota dan atau pengurus partai politik (PP Nomor 37 Tahun 2004), dan mendukung calon anggota legislatif/kepala daerah serta terlibat aktif dalam kampanye pemilu. Hal-hal seperti itu tidak diatur dalam PP Nomor 30 Tahun 1980.
Selain perlu adanya perubahan dalam PP Nomor 30 Tahun 1980 karena adanya perkembangan peraturan kepegawaian juga ada beberapa kelemahan dalam hal materi.
·         Pertama, adanya ketidakjelasan (tidak kongkret) dalam rumusan kewajiban (Pasal 2) dan larangan (Pasal 3). Karena ketidakjelasan itu masing-masing Pemerintah Daerah menafsirkan beragam, bahkan dalam satu instansi pun boleh jadi ada ketidaksamaan penafsiran. Contohnya kewajiban yang tercantum dalam huruf u, yakni berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun. Rumusan ini seharusnya masuk dalam ranah etika.
Setiap daerah tentu menafsirkan berbeda masalah kesopanan. Satu pemda, misalkan menganggap bahwa PNS yang menyemir rambutnya dengan warna merah merupakan perbuatan tidak sopan sehingga harus terkena hukuman. Namun di daerah lain hal itu tidak masalah, toh pejabatnya juga suka kebiasaan ini. Jadi hal ini tergantung suka tidak sukanya pejabat setempat.
·         Kedua, tidak ada klasifikasi kewajiban dan larangan yang dikaitkan dengan pengenaan hukuman disiplinnya. Misalnya tindakan sewenang-wenang terhadap bawahannya (larangan huruf j) tidak jelas harus diberi hukuman apa. Ia bisa hanya dikenai teguran lisan, namun juga bisa terkena hukuman pemberhentian. Bahkan dua orang yang melakukan pelanggaran yang sama, pengenaan hukumannnya berbeda jauh sekali. Sehingga seolah-olah tidak ada hubungan antara pelanggaran dan hukuman. Seharusnya setiap kewajiban dan larangan harus disertai apa hukumannya.
·         Ketiga, tidak diberikannya kewenangan menghukum sama sekali kepada Bupati/Walikota, termasuk pendelegasian kewenangan terhadapnya. Pejabat yang berwenang menghukum adalah Presiden, Menteri dan Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi dan Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur, dan Kepala Perwakilan RI di luar negeri (Pasal 7).
·         Keempat, tidak ada rumusan yang tegas jika ada pejabat yang berwenang menghukum enggan menjatuhkan hukuman disiplin. Akibatnya ada kasus yang dilindungi oleh pejabat yang bersangkutan. Misalnya karena adanya hubungan kekerabatan, rasa kasihan, lobi dari pelaku, hingga ancaman pihak luar (LSM, pers, DPRD, massa).
·         Kelima, rumusan tentang pelanggaran terhadap jam kerja tidak terlalu jelas. Jam kerja hanya diatur dalam kewajiban di Pasal 2 huruf k, namun tidak diberi kejelasan atau pembatasan dalam pasal-pasal berikutnya mulai berapa hari seorang PNS yang melanggar ketentuan jam kerja baru bisa dikenai hukuman. Atau hukuman apa yang harus dikenakan seorang PNS yang melanggar ketentuan ini. Semakin banyak jumlah hari yang dilanggar mestinya semakin berat hukumannya.
·         Keenam, rumusan tentang kewenangan Badan Pertimbangan Kepegawaian (Pasal 23) sudah tidak relevan dengan PP Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS.



PP NO 53 TAHUN 2010
·         Pertama, dalam hal jenis hukuman pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. Seolah-olah PNS yang terkena hukuman ini dihukum 2 kali. Pertama ia diturunkan jabatannya, kemudian ia dipindahkan. Kenapa tidak dijadikan 1 saja, yakni diturunkan jabatannya.
·         Kedua, ketentuan dalam hal pelanggaran yang berdampak negatif terhadap unit kerja, instansi, dan pemerintah/negara. Hal ini masih multitafsir. Pertama, apa ukuran dampak negatif itu. Kedua, tidak dijelaskan pengertian antara unit kerja dan instansi. Di lingkup pemerintah kabupaten misalnya, ada sekolah, UPT, puskesmas, kantor, bagian, sekretariat, bidang, seksi, dinas. Mana yang termasuk unit kerja, mana yang termasuk instansi.
·         Ketiga, terjadi irisan kewenangan di antara pejabat yang berwenang menghukum. Hal ini bisa menjadi sengketa di kemudian hari. Saya beri satu contoh. Bupati berwenang menjatuhkan hukuman penundaan kenaikan pangkat terhadap pejabat eselon III ke bawah (berarti termasuk eselon IV). Sedangkan pejabat eselon II juga mempunyai kewenangan yang sama dalam menjatuhkan hukuman penundaan kenaikan pangkat terhadap pejabat eselon IV di lingkungannya. Kenapa tidak dipilih salah satu saja pejabat yang berwenangnya.
·         Keempat, atasan langsung berwenang menghukum. Kewenangan ini tidak karena mendapat delegasi atau pelimpahan, namun melekat pada jabatan. Pada eselon tertentu hukuman bisa sampai tingkat sedang. Ketidakpahaman dari para pejabat bisa menyebabkan bervariasinya jenis hukuman pada satu perbuatan yang dilakukan beberapa PNS yang berbeda tempat kerja.
·         Kelima, atasan langsung harus memeriksa bawahan yang terindikasi melakukan pelanggaran. Pemeriksaan tersebut dituangkan dalam bentuk berita acara. Mayoritas pejabat eselon tidak dibekali dengan ilmu pemeriksaan, pembuatan BAP, teknik interogasi, dan sebagainya. Belum lagi konsentrasi dari pejabat eselon dalam menjalankan tupoksinya. Sebagai gambaran saja, seorang Kepala Dinas PU misalnya yang sudah tidak muda lagi, berlatar belakang pendidikan Teknik Sipil harus melakukan pemeriksaan layaknya inspektur. Bisa tambah pusing dia.
·         Keenam, adanya tim pemeriksa yang beranggotakan atasan langsung, unsur kepegawaian, dan unsur pemeriksa. Adanya tim ini mereduksi peran Inspektorat sekaligus menambah pekerjaan BKD.
·         Ketujuh, adanya kewenangan atasan langsung untuk membebaskan sementara dari jabatan kepada bawahannya selama proses pemeriksaan bertentangan dengan peraturan tentang pengangkatan dalam jabatan. Prinsipnya siapa yang mengangkat dalam jabatan maka ia yang berwenang memberhentikan.
·         Kedelapan, kewenangan pejabat untuk memberhentikan PNS tidak sinkron dengan PP Nomor 9 Tahun 2003 (atau mungkin sudah dicabut, namun PP Nomor 53 Tahun 2010 tidak mencabutnya). Misalnya Bupati berwenang memberhentikan PNS Golongan IV/a (PP 53/2010), namun dalam PP Nomor 9 Tahun 2003 yang berwenang memberhentikan PNS golongan IV/a adalah Gubernur.
·         Kesembilan, aturan tentang izin perkawinan/perceraian tidak masuk dalam materi PP. Padahal pelanggaran terhadap izin perkawinan/perceraian diancam dengan PP Nomor 30 Tahun 1980, sedangkan PP ini telah dicabut.
·         Kesepuluh, ketentuan pelaksanaan dari Kepala BKN terlalu lama dibuat, padahal PNS berdisiplin tidak perlu menunggu petunjuk dari BKN.